Seusai menonton film Habibie & Ainun, Selasa (8/1), Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bercerita betapa ia empat kali meneteskan air mata. Acara nonton bareng
yang digelar untuk memperingati Tahun Baru ini diadakan oleh Partai
Demokrat. Terlihat bergabung beberapa politisi Partai Demokrat, yaitu
Ramadhan Pohan, Achmad Mubarok, Saan Mustopa, Sutan Bathoegana, dan
Ruhut Sitompul.
Namun, cerita cinta dalam film yang dijadikan obyek nonton bareng ini tidak hanya cerita cinta antara Bacharuddin Jusuf Habibie dan Hasri Ainun Besari.
Sebuah penggal cerita memaparkan betapa besar tantangan Habibie saat bertekad membangun industri strategis pesawat terbang PT Dirgantara Indonesia. Tantangan itu mulai dari kaki tangan militer sampai pengusaha, dari sepasang jam bertatah berlian sampai segepok uang dan perempuan cantik.
Habibie bercerita, apa yang digambarkan dalam film hanya titik dalam pengalamannya selama menjadi menteri enam kabinet bersama Presiden Soeharto. ”Iman dan takwa menentukan,” kata Habibie yang duduk di samping Anas.
Anas menganggut-anggut menyimak. ”Siapa pun yang jadi pemimpin, dari rumah tangga sampai negara, pasti ada gangguan,” kata Habibie.
Ia mengatakan, masalah ini harus dilihat secara komprehensif. ”Butuh dua orang untuk berdansa,” ujar Habibie.
”Bagaimana saya mau obyektif kalau saya terima sogokan dari orang lain? Bagaimana saya mau obyektif kalau dalam satu tender saya pilih kasih? Kenapa saya mau obyektif? The best is good enough. Karena itu bukan untuk saya, melainkan untuk rakyat yang saya cintai. Itu sumpah saya,” kata Habibie.
Ia lalu membacakan sumpahnya yang dibuat di rumah sakit di Jerman saat ia terkena tuberkulosis pada usia 21 tahun.
”Dalam perjalanan pusaka dan sakti tanah tumpah darahku makmur dan suci. Hancur badan, tetap berjalan. Jiwa besar dan suci membawa aku padamu. Padamu bangsaku, makmur dan suci”. Sumpah itu ia hafal dan bacakan juga saat sembahyang. Pada saat ada godaan, ia mengingat sumpah itu. Ainun kerap mengingatkannya.
”Saya yakin kepada mereka ini. Partai Demokrat pasti juga punya sumpah seperti itu. Saya ingin yang terbaik untuk kalian,” ujarnya kepada anggota Demokrat yang menonton.
Dimintai tanggapan, Anas mengatakan, hal ini tidak bisa disamaratakan. ”Enggak bisa digebyah-uyah. Zaman kapan pun ada semacam itu,” katanya.
Anas juga ditanya wartawan tentang berbagai hal, khususnya pengusutan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. (Edna C Pattisina)
Namun, cerita cinta dalam film yang dijadikan obyek nonton bareng ini tidak hanya cerita cinta antara Bacharuddin Jusuf Habibie dan Hasri Ainun Besari.
Sebuah penggal cerita memaparkan betapa besar tantangan Habibie saat bertekad membangun industri strategis pesawat terbang PT Dirgantara Indonesia. Tantangan itu mulai dari kaki tangan militer sampai pengusaha, dari sepasang jam bertatah berlian sampai segepok uang dan perempuan cantik.
Habibie bercerita, apa yang digambarkan dalam film hanya titik dalam pengalamannya selama menjadi menteri enam kabinet bersama Presiden Soeharto. ”Iman dan takwa menentukan,” kata Habibie yang duduk di samping Anas.
Anas menganggut-anggut menyimak. ”Siapa pun yang jadi pemimpin, dari rumah tangga sampai negara, pasti ada gangguan,” kata Habibie.
Ia mengatakan, masalah ini harus dilihat secara komprehensif. ”Butuh dua orang untuk berdansa,” ujar Habibie.
”Bagaimana saya mau obyektif kalau saya terima sogokan dari orang lain? Bagaimana saya mau obyektif kalau dalam satu tender saya pilih kasih? Kenapa saya mau obyektif? The best is good enough. Karena itu bukan untuk saya, melainkan untuk rakyat yang saya cintai. Itu sumpah saya,” kata Habibie.
Ia lalu membacakan sumpahnya yang dibuat di rumah sakit di Jerman saat ia terkena tuberkulosis pada usia 21 tahun.
”Dalam perjalanan pusaka dan sakti tanah tumpah darahku makmur dan suci. Hancur badan, tetap berjalan. Jiwa besar dan suci membawa aku padamu. Padamu bangsaku, makmur dan suci”. Sumpah itu ia hafal dan bacakan juga saat sembahyang. Pada saat ada godaan, ia mengingat sumpah itu. Ainun kerap mengingatkannya.
”Saya yakin kepada mereka ini. Partai Demokrat pasti juga punya sumpah seperti itu. Saya ingin yang terbaik untuk kalian,” ujarnya kepada anggota Demokrat yang menonton.
Dimintai tanggapan, Anas mengatakan, hal ini tidak bisa disamaratakan. ”Enggak bisa digebyah-uyah. Zaman kapan pun ada semacam itu,” katanya.
Anas juga ditanya wartawan tentang berbagai hal, khususnya pengusutan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. (Edna C Pattisina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar