Selasa, 11 Desember 2012

permajasan

Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis (Tim Redaksi, 2010: www.wikipedia.org).
Gaya bahasa seseorang pada saat mengungkapkan perasaannya, baik secara lisan maupun tulisan dapat menimbulkan reaksi pembaca berupa tanggapan. Secara garis besar, gaya bahasa terdiri dari empat jenis, yaitu majas majas penegasan, majas pertentangan, majas perbandingan, dan majas sindiran (Waridah, 2009: 322). Beberapa gaya bahasa itu dikelompokkan sebagai berikut (Waridah, 2009: 322-336):
a.       Majas Penegasan
1)      Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa untuk menegaskan sesuatu dengan cara seolah-olah menyangkal hal yang ditegaskan (Waridah,     2009: 322).
Contoh:
a)      Rasanya berat bibir ini untuk mengatakan bahwa kucing kesayangannya sudah mati tadi siang karena tertabrak mobil.
b)      Reputasi anda di hadapan para karyawan sangat baik. Namun dengan adanya pemecatan karyawan tanpa alas an saya ingin mengatakan bahwa Anda baru saja menghancurkan reputasi baik itu.
2)      Repetisi adalah pengulangan kata, frase, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan penekanan (Waridah, 2009: 322).
Contoh:
a)      Bukan uang, bukan mobil, bukan juga rumah mewah yang aku harapkan dari ayah dan ibu. Aku hanya ingin ayah dan ibu ada di sini. Aku hanya ingin perhatian. Hanya itu, tidak lebih.
b)      Segala, segala
Ani, ya Aniku, Ani,
Mengapa kangmas engkau tinggalkan?
Lengang sepi rasanya rumah.
(Sutan Takdir Ali Sjabana)
3)      Aliterasi adalah pengulangan konsonan pada awal kata secara berurutan (Waridah, 2009: 322-323).
Contoh:
a)      ….
Mengalir, menimbu, mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma, menawan tubuh
(Perasaan Seni, J.E. tatengkeng)
b)      Budi baik bagai bekal bagi kehidupan kita.
4)      Pleonasme adalah suatu pikiran atau gagasan yang disampaikan secara berlebihan sehingga ada beberapa keterangan yang kurang dibutuhkan (Waridah, 2009: 323).
Contoh:
a)      Kami mendengar kabar itu dengan telinga kami sendiri.
b)      Naiklah ke atas dengan hati-hati.
c)      Api yang panas telah meluluhlantakkan pasar tradisonal itu.
2.    Pararelisme adalah gaya bahasa yang memakai kata, frase, atau klausa yang kedudukan sama atau sejajar (Waridah, 2009: 323).
Contoh:
a)      Baik golongan yang tinggi maupun golongan yang rendah harus diadili kalau bersalah.
b)      Segala kupinta tiada kau beri
Segala Tanya tiada kau sahuti
(“Nyanyi Sunyi”, Amir Hamzah).
3.    Tautologi adalah gaya bahasa berupa pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya (Waridah, 2009: 323).
Contoh:
a)      Ia jadi marah dan murka kepada orang yang menyerempet motor kesayangannya.
b)      Rapat direksi akan dibuka oleh Pak Amri pukul 08.00 pagi.
4.    Inversi adalah gaya bahasa yang mendahulukan predikat sebelum subjek dalam kalimat (Waridah, 2009: 324).
Contoh:
a)      Kubelai rambutnya yang panjang.
b)      Ada perbedaan sudut pandang antara dia dan saya.
5.    Elipsis adalah gaya bahasa yang menghilangkan beberapa unsur kalimat, unsur-unsur yang hilang tersebut mudah ditafsirkan oleh pembaca (Waridah, 2009: 324).
Contoh:
a)      Andai saja kamu mau menuruti saranku, tentu….
Sudahlah semua sudah terjadi, tidak perlu dibicarakan lagi.
b)      Aku sudah memberimu modal uang, barang, bahkan waktuku bersama keluarga, tetapi hasilnya….
6.    Retoris adalah gaya bahasa untuk menanyakan sesuatu yang jawabannya telah terkandung dalam pertanyaan tersebut (Waridah, 2009: 324).
Contoh:
a)      Adakah orang yang ingin sakit selama hidupnya?
b)      Siapa yang ingin bahagia?
7.    Klimaks adalah gaya bahasa untuk menuturkan satu gagasan atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana meningkat ke gagasan atau hal yang lebih kompleks (Waridah, 2009: 324).
8.        Antiklimaks adalah gaya bahasa untuk menentukan satu hal atau gagasan yang penting atau kompleks menurun kepada hal atau gagasan yang sederhana (Waridah, 2009: 325).
9.        Antanaklasis adalah gaya bahasa yang menggunakan pengulangan kata yang sama tetapi maknanya berbeda (Waridah, 2009: 325).
10.    Pararima adalah bentuk pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan. Contoh: bolak-balik, liku-lku, kocar-kacir (Waridah, 2009: 325).
11.    Koreksio adalah gaya bahasa yang pada mulanya menegaskan sesuatu yang dianggap kurang tepat, kemudian diperbaiki (Waridah, 2009: 325).
12.    Sindenton adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan sesuatu kalimat atau wacana yang setiap bagiannya dihubungkan oleh kata penghubung (Waridah, 2009: 325).
13.    Eklamasio adalah gaya bahasa yang menggunakan kata seru (Waridah, 2009: 326).
14.    Alonim adalah penggunaan varian dari nama untuk menegaskan (Waridah, 2009: 326).
15.    Interupsi adalah gaya bahasa yang menyisipkan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat (Waridah, 2009: 327).
16.    Pretario adalah ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya (Waridah, 2009: 327).
17.    Silepsis adalah gaya bahasa dengan menggunakan dua kontruksi sintaksis yang dihubungkan oleh kata sambung. Namun hanya salah satu konstruksi yang maknanya utuh (Waridah, 2009: 327).
b.      Majas Sindiran
1.      Ironi adalah gaya bahasa untuk mengatakan sesuatu maksud menggunakan kata-kata yang berlainan atau bertolak belakang dengan maksud tersebut (Waridah, 2009: 328).
Contoh:
a)      Rapi sekali kamarmu sampai-sampai tidak satupun sudut ruangan yang tidak ditutupi sampah kertas.
b)      Bagus benar kinerja aparat pemerintah sekarang ini sehingga jumlah pengangguran semakin bertambah.
2.      Sarkasme adalah gaya bahasa yang berisi sindiran kasar (Waridah,        2009: 328). Contoh: Mulutmu harimaumu, Anda makan rakus sekali.
3.      Sinisme adalah sindiran yang berbentuk kesangsian cerita mengandung ejekan terhadapa keikhlasan dan ketulusan hati. Contoh: Sudah hentikan saja bujuk rayumu, karena hanya akan membuatku sakit (Waridah,       2009: 328)
4.      Antifrasis adalah gaya bahasa ironi dengan kata atau kelompok  kata yang maknanya berlawanan.
5.      Inuendo adalah sindiran yang sifatnya mengecilkan fakta sesungguhnya. Contoh: “Awas, Si Bule datang”, saat Ido berkulit hitam mendekati mereka (Waridah, 2009: 328).
c.       Majas Pertentangan
1.      Anthitesis adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu maksud dengan menggunakan kata-kata yang saling berlawanan (Waridah, 2009: 329).
Contoh:
a)      Setiap warga Negara Indonesia baik laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa, mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum.
b)      Semua kebaikan ayahnya dibalas dengan keburukan yang menyesakkan dada.
2.      Paradoks adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan dua hal yang seolah-olah saling bertentangan namun sebenarnya keduanya benar (Waridah, 2009: 329).
Contoh:
a)      Jiwanya terasa sepi di tengah hingar-bingar pesta.
b)      Hati boleh panas tetapi kepala harus tetap dingin dalam mengambil keputusan.
3.      Oksimoron adalah gaya bahasa  yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama (Waridah, 2009: 329).
Contoh:
a)      Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda
b)      Suap menyuap di jalan raya sudah menjadi rahasia umum
c)      Kepahitan hidupnya di masa muda berbuah manis di masa tua.
4.      Anakronisme adalah gaya bahasa yang mengandung ketidaksesuaian antara peristiwa dan waktunya (Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a)      Arjuna saling berkirim sms dengan Srikandi untuk melepas rasa rindu.
b)      Hang Tuah melihat arloji, lalu menghidupkan pesawat televisinya.
5.      Kontradiksi interminus adalah gaya bahasa yang berisi sangkalan terhadap pernyataan yang disebutkan sebelumnya (Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a)      Siswa yang tidak berkepentingan dilarang masuk, kecuali panitia lomba.
b)      Dr. Syahrul membuka praktik setiap hari Senin-Sabtu, pikul 17.00-19.00 kecuali hari Jumat pukul 15.00-17.00.
d.      Majas Perbandingan
1.      Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat (Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a)      Buku adalah jendela ilmu
b)      Bumi ini perempuan jalang yang menarik laki-laki jantan dan pertapa ke rawa-rawa mesum ini.
c)      Tuhan adalah warga Negara paling modern
d)     Rino jatuh ke hati pada kembang desa Tegal Sari
2.      Sinestesia adalah gaya bahasa yang mempertukarkan dua indera yang  berbeda (Waridah, 2009: 330).
Contoh:
a)      Kamu sangat manis saat memakai kebaya
b)      Wajahnya dingin saat mendengar kabar kematian anaknya
3.      Simile adalah gaya bahasa perbandingan yang ditandai dengan kata depan dan penghubung seperti layaknya, bagaikan, bagai, seperti, bagai (Waridah, 2009: 331).
Contoh:
a)      Hubungannya bagai anjing dan kucing.
b)      Jalani hidup ini seperti air mengalir
c)      Layaknya padi yang berisi dia tidak pernah sombong
4.      Alegori adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan suatu hal melalui kiasan atau gambaran (Waridah, 2009: 331)..
5.      Alusio adalah gaya bahasa yang berusaha menyugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa (Waridah, 2009: 332).
Contoh:
a)       Semangat Bandung Lautan Api menggelora di hati kami
b)      Hamparan permadani hijau terbentang luas melingkupi kawasan Masjid At Taawun di Puncak Bogor
6.      Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan nama merk atau atribut tertentu untuk menyebut benda. Contoh: Celana Levi’s membuat kakinya yang panjang dan langsing (Waridah, 2009: 332).
7.      Hiperbola adalah gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan suatu kenyataan (Waridah, 2009: 333).
Contoh:
a)      Amarahnya tiba-tiba menggelegar di tengah suasana rapat yang tenang.
b)      Senyuman gadis itu melemahkan sendi-sendi tubuhku.
8.      Litotes adalah gaya bahasa yang maknanya mengecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri (Waridah, 2009: 333-334).
Contoh:
a)      Goresan pena ini adalah hadiah untuk Ibu.
b)      Mohon maaf kami hanya bisa membantu ala kadarnya.
9.      Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Waridah, 2009: 334).
Contoh: Matahari baru saja kembali ke peraduannya
10.  Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksud adalah seluruh bagian atau sebaliknya. Sinekdoke terbagi atas pars prototo (sebagian untuk seluruh bagian) dan totum pro parte (keseluruhan untuk sebagian) (Waridah, 2009: 335).
Contoh:
a)      Pak Imron memelihara sepuluh ekor kambing (pars prototo)
b)      Pertandingan sepak bola antara Brazil melawan Belanda berakhir seri 0-0 (totum pro parte)
c)      Setiap kepala dikenakan denda Rp 5.000,- (pars prototo)
d)     Chikungunya menyerang Jawa Barat (totum pro parte)
11.  Eufemisme adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata halus untuk menggantikan kata-kata yang dianggap tabu (Waridah, 2009: 335).
Contoh:
a)      Para penyandang tuna netra dan tuna rungu mendapatan bea siswa dari pemerintah.
b)      Pembicara utama akan memaparkan materinya, para hadirin dimohon untuk mengkondisikan alat komunikasinya.
12.  Perifrase adalah gaya bahasa untuk menggantikan sesuatu kata atau kelompok kata lain (Waridah, 2009: 335).
Contoh:
a)      Berlibur ke Pulau Dewata  sangat menyenangkan (Pulau Dewata=Bali)
b)      Kawasan Serambi Mekah diterjang tsunami.
13.  Simbolik adalah gaya bahasa untuk melukiskan sesuatu maksud dengan menggunakan simbol atau lambang (Waridah, 2009: 336).
Contoh:
a)      Banyak tikus berkeliaran di gedung rakyat (tikus simbol koruptor)
b)      Kupu-kupu malam berterbangan di malam hari.
Menurut Suyoto (2010:www.google .com), majas atau gaya bahasa adalah bahasa kias yang digunakan untuk mempertajam kamsud. Macam-macam majas antara lain:
a.     Majas perbandingan
1.    Personifikasi, yaitu majas yang membandingkan benda yang tidak bernyawa seolah-olah dapat bertindak seperti manusia.
Contoh :
a.       Bulan menangis menyaksikan manusia saling bunuh.
b.      Daun-daun memuji angin yang telah menyapanya.
2.    Metafora, yaitu membandingkan dua hal/benda tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
a.       Bumi itu perempuan jalang.
b.      Tuhan adal;ah warga negara yang paling modern.
  1. Simile/Perumpamaan, yaitu membandingkan dua hal/benda dengan menggunakan kata penghubung.
Contoh :
a.       Wajahnya bagai bola api.
b.      Tatapannya laksana matahari.
c.       Seperti angin aku melayang kian kemari.
  1. Alegori, membandingkan hal/benda secara berkelanjutan membentuk sebuah cerita.
Contoh :
Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
 b.     Majas pertentangan
1.         Hiperbola, mempertentangkan secara berlebih-lebihan.
Contoh :
a.       Saya telah berusaha setengah mati menyelesaikan soal itu.
b.      Kekayaannya selangit.
2.         Litotes, mempertentangkaan dengan merendahkan diri.
Contoh :
a.       Kalau sempat mampirlah ke gubukku.
b.      Ah, saya ini khan cuma kacung.
3.    Ironi, mempertentangkan yang bertujuan menyindir dengan menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan fakta yang sebenarnya.
Contoh :
a.       Hebat betul, pertanyaan semudah itu tidak bisa kaujawab.
b.      Rajin betul, jam sepuluh baru datang!
4.    Oksimoron, mempertentangkan secara berlawanan bagian demi bagian.
Contoh :
a.       Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.
b.      Kesedihan adalah awal kebahagiaan.
 c.     Majas pertautan
1.    Metonimia, menghubungkan ciri benda satu dengan benda lain yang disebutkan.
Contoh :
a.       Kakakku sedang membaca Pramudya Ananta Toer.
b.      Belikan aku gudang garam filter.
2.    Sinekdoke, mernyebut sebagian untuk keseluruhan (pars pro toto) atau keseluruhan untuk sebagian (totum pro part).
Contoh :
a.       SMA Stella Duce 2 Yogyakarta berhasil masuk final pertandingan basket.
b.      Roda duanya mogok.
  1. Alusio, mempertautkan hal dengan peribahasa.
Contoh :
a.       Kalau kita menggunakan sebaiknya hemat jangan sampai lebih besar pasak daripada tiang.
b.      Sebaiknya kita menggunakan ilmu padi dalam kehidupan kita, semakin berisi semakin tunduk.
  1. Inversi, mengubah susunan kalimat.
Contoh :
a.       Hancurlah hatinya menyaksikan kekasihnya berpaling ke lelaki lain.
b.      Merahlah mukanya mendengar caci maki sahabat karibnya.
d.  Majas perulangan
  1. Aliterasi, mengulang bunyi konsonan yang sama.
Contoh :
a.       Malam kelam suram hatiku semakin muram.
b.      Gadis manis menangis hatinya teriris iris.
  1. Antanaklaris, memgulang kata yang sama dengan arti yang berbeda.
Contoh :
a.       Buah hatinya menjadi buah bibir tetangganya.
b.      Hatinya memintanya berhati-hati.
  1. Repetisi, mengulang-ulang kata, frase, atau klausa yang dipentingkan.
Contoh :
a.       Di Stella Duce 2 Yogyakarta ia mulai meraih prestasi, di Stella Duce 2 Yogyakarta ia menemukan tambatan hati, di Stella Duce 2 Yogyakarta pula ia menunggu hari tuanya.
b.      Tidak ada kata lain selain berjuang, berjuang, dan terus berjuang.
  1. Paralelisme, mengulang ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat nuansa makna.
Contoh :
a.       Sunyi itu duka, sunyi itu kudus, sunyi itu lupa, sunyi itu mati.
b.      Hidup adalah perjuangan, hidup adalah persaingan, hidup adalah kesia-siaan.
                   Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis (Tim Redaksi, 2010: www.wikipedia.org).
                   Jenis-jenis majas menurut Tim Redaksi (2010: www.wikipedia.org), antara lain:
1.      Majas perbandingan
a.       Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
  1. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
  2. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
  3. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
  4. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
  5. Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
  6. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
  7. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
  8. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
  9. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
  10. Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
  11. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
  12. Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
  13. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
  14. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
  15. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
  16. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
  17. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
  18. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
  19. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
  20. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
  21. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
  22. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
  23. Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
2. Majas sindiran
a. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
 b. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
c. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
d. Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
e. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
  3. Majas penegasan
a.       Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
b.      Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
  1. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
  2. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
  3. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
  4. Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
  5. Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
  6. Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
  7. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
  8. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
  9. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
  10. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
  11. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
  12. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
  13. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
  14. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
  15. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
  16. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
  17. Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
  18. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
  19. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
  20. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
  21. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
  22. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
  23. Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
4. Majas pertentangan
a.       Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
  1. Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
  2. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
  3. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
  4. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar